Rabu, 30 Juni 2010

PESERTA DIDIK

1. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan .
Istilah peserta didik pada pendidikan formal / sekolah jenjang dasar dan menengah, dikenal dengan nama anak didik atau siswa, pada pondok pesantren disebut santri, pada pendidikan keluarga disebut anak. Dalam pendidikan lembaga non formal tertentu seperti kelompok belajar paket C atau lembaga kursus, peserta didik disebut peserta ajar yang terkadang bisa terdiri dari para orang tua.

2. Peserta Didik sebagai Pesona
Pandangan modern tentang pendidikan dewasa ini melihat peserta didik adalah subyek atau pesona, yakni makhluk yang mempribadi tidak lagi sebagai obyek yang non pribadi sebagai mana pandangan para ahli pada abad pertengahan. Peserta didik adalah subyek yang otonom, memiliki motivasi, hasrat, ambisi, ekspresi, cita – cita dan sebagainya. Ciri – ciri khas peserta didik, menurut Umar Tirtaraharja dan La Sulo (1994) bahwa peserta didik merupakan :
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikhis yang khas, yaitu sejak lahir telah memiliki potensi – potensi yang berbeda dengan individu lain yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan
b. Individu yang sedang berkembang, yaitu selalu ada perubahan dalam diri peserta didik secara wajar baik yang ditunjukan kepada diri sendiri maupun kearah penyesuaian dengan lingkungan.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi. Walaupu ia adalah makhluk yang berkembang punya potensi fisik dan psikhis untuk bisa mandiri, namun karena belum dewasa ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pihak lain sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam hal ini anak cenderung untuk memerdekakan diri.
Aneka dimensi bisa menjelma pada diri peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungan alam natural dan lingkungan sosiokultural. Dimensi individualitas pada diri peserta didik mewujud dalam kemandirian, ketekunan, kerja keras, keberanian, kepercayaan diri, keakuan, semangat, dan ambisi. Dimensi sosialitas pada diri peserta didik tampak pada sikap kedermawanan, saling menolong, toleransi, kerja sama, suka berbagi dengan sesame, berorganisasi dan hidup bermasyarakat. Dimensi religiusitas pada diri peserta didik kelihatan dalam perilaku ketaatan menjalankan ajaran agama, beribadah, keyakinan akan adanya Tuhan, ketekunan, keikhlasan, kesediaan berdakwah, dan kepasrahanatau tawakal. Dimensi historisitas tampak pada diri peserta didik dalam kesenangan menyelidiki kisah – kisah kuna, kegemaran mencatat aneka kejadian sejarah, dan lain – lain. Dimensi moralitas pada peserta didik kelihatan dalam pengetahuannya tentang nilai – nilai moralitas universal dan local, pengetahuan tentang akibat – akibat yang ditimbulkan dari perilaku moral baik dan buruk, kemampuan menjaga perilaku ketaatan moral dan lain – lain.
Unuk memperkuat hakekat manusia sebagai makhluk multidimensional, maka Notonegara menambahkan bahwa secara kodrati peserta didik merupakan sosok manusia yang memiliki aneka macam kodrati yaitu, kedudukan kodrati manusia sebagai makhluk yang berdiri sendiri di satu sisi dan makhluk Tuhan disisi lain. Susunan kodrati manusia tersusun atas jiwa dan raga, dan sifat kodrati manusia merupakan makhluk individual dan sosial.


3. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
Peserta didik memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok maklukyang sempurna. Dalam bukunya Crow dan Crow ( Sutari Imam Barnadib,1995), kita mengenal beberapa usia perkembangan, diantaranya adalah :
a. Usia Kronologis
b. Usia Kejasmanian
c. Usia Anatomis
d. Usia Kejiwaan
e. Usia Pengalaman
Charlotte Buhler juga mengemukakan bahwa perkembangan yang terjadi pada peserta didik melalui tahap – tahap : permulaan, masa penjajakan sampai kira – kira umur 25 tahun, masa puncak masa hidup masa hidup pada umur 25 – 50 tahun, masa penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat dan masa akhir kehiudupan.
Lima asas perkembangan peserta didik menurut Sutari Imam Barnadib (1995) :
a. Tubuhnya selalu berkembang sehingga semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan kepribadianya.
b. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.
c. Anak membutuhkan pertolongan dan perlindungan serta membutuhkan pendidikan untuk kesejahteraan anak didik.
d. Anak mempunyai daya berekspresi.
e. Anak mempunyai dorongan untuk mencapai emansipasi dengan orang lain.
Teori yang berorientasi biologis secara klasik dikenal dengan penganut faham nativisme yakni faham yang menititik beratkan pada faktor genotype. Teori yang berorientasi pengalaman yang disebut empirime. Teori lingkungan pengembangan diri faham empirisme adalah faham naturalism yang intinya menyebut bahwa penentu perkembangan adalah alam. Sedangkan teori yang merupakan gabungan dari keduanya adalah adalah berorientasi pada interaksi yaitu faham interaksionisme bahwa setiap tingkah laku merupakan hasil konvergensi factor bawaan dan lingkungan. Berikut diuraiakan untuk masing – masing teori sebagai berikut :
a. Nativisme
Dipelopori oleh Schoopenhauer (1788 – 1860) yang berpendapat bahwa bayi manusia sejak lahir sudah dikaruniai bekal bakat dan potensi baik dan buruk.
b. Empirisme
Teori empirisme bertolak dari tradisi Lockean yang mempentingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia termasuk dalam proses pendidikan. Dipelopori oleh John Locke yang berpendapat bahwa perkembangan anak tergantung dari pengalamannya, sedangkan pembawaannya tidak penting.
c. Naturalisme
Dipelopori oleh Jean Jaques Rousseau (1712 – 1778) yang berpendapat bahwa anak sejak lahir sudah membawa potensi baik. Jika akhirnya ia menjadi jahat disebabkan oleh pengaruh – pengaruh negatif dari masyarakat yang memang sudah rusak atau jahat.
d. Konvergensi
Dipelopori oleh William Stern (1871 – 1939) ini beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan individu disamping dipengaruhi oleh faktor – faktor internal yaitu potensi yang dibawa sejak lahir juga dipengaruhi oleh pengalaman.

4. Teori Perkembagan Fisik Peserta Didik
Teori perkembangan fisik peserta didik dikemukakan oleh Gesell dan Ames (1940) serta Illingsworth (1983). Perkembangan fisik mencakup berat badan, tinggi badan, termasuk perkembangan motorik. Dalam pendidikan, pengambangan fisik anak mencakup pengembangannya : kekuatan, ketahanan, kecepatan, kecekatan, dan keseimbangan. Perkembangan motorik peserta didik pada usia dini mengikuti delapan pola umum sebagai berikut,
a. Continuity (keberlanjutan) yaitu suatu perkembangan yang dimulai dari yang sederhana kearah yang lebih komleks searah bertambahnya usia.
b. Uniform Sequence (kesamaan tahapan) yaitu suatu perkembangan yang memiliki tahapan sama untuk samua anak.
c. Maturity (kematangan) yakni suatu perkembangan yang ada pada peserta didik yang dipengaruhi oleh perkembangan sel syaraf.
d. From General to Specific process (proses dari umum ke khusus), yakni suatu perkembangan yang dimulai dari gerak yang bersifat umum kepada gerak yang bersifat khusus.
e. Dari gerak reflek bawaan kearah terkoordinasi, yakni suatu perkembangan yang dimiliki peserta didik yang dimulai dari gerak reflek bawaan sejak lahir kepada gerak terkoordinasi dan bertujuan.
f. Chepalo – caudal direction, yakni suatu suatu perkembangan yang ditandai dengan bagian yang mendekati kepala berkembang lebih cepat dari pada bagian yang mendekati ekor.
g. Proximo – distal, yakni suatu perkembangan yang ditandai dengan bagian yang mendekati sumbu tubuh berkembang lebih dahulu dari pada yang lebih jauh.
h. From bilateral to crosslateral coordinate, yakni suatu perkembangan yang dimulai dari koordinasi organ yang sama berkembang lebih dahulu sebelum bisa melakukan koordinasi organ bersilangan.


5. Teori Perkembangan Biologis Peserta Didik
Tahap Perkembangan peserta didik Menurut Sigmud Frued :

Umur
(tahun) Fase
Perkembangan Perubahan Perilaku
0,0 – 1,0 Masa Oral Mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik.
1,0 – 3,0 Masa Anal Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
3,0 – 0,5 Masa Felis Alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
5,0 – 13,0 Masa Laten Dorongan – dorongan cenderung terdesak dan menghadap kedalam bawah sadar.
13,0 – 20.0 Masa Pubertas Dorongan – dorongan mulaimenonjol dan muncul kembal. Apabila bisa dipindahkan dan di sumblimasikan dengan baik, maka ia bisa sampai masa kematangan.
20,0 - keatas Masa Genital Individu yang sudah mencapai fase ini telah menjadi manusia dan siap terjun dalam kehidupan masyarakat luas


6. Teori Perkembangan Intelektual Peserta Didik
MenurutPiaget (1989) bahwa pengetahuan yang didapat oleh peserta didik dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyerap informasi baru dalam pikirannya, sedangkan proses akomodasi adalah proses yang dilakukan peserta didik dengan cara menyusun kembali pikiran karena adanya informasi baru. Perkembangan intelektual peserta didik berlangsung empat tahap:
Umur
(tahun) Fase
Perkembangan Perubahan
Perilaku
0,0 – 2,0 Tahap Sensori Motor Kemampuan berfikir peserta didik melalui gerakan atau perbuatan.
2,0 – 7,0 Tahap Pra Operasional Kemanpuan skema kognitif masih terbatas., suka meniru perilaku orang lain. Mulai mampu menggunakan kata – kata yang benar.
7,0 – 11,0 Tahap Operasional Konkrit Peserta didik mulai memahami aspek – aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah, serta mampu berfikir sistematis mengenai benda – benda dan peristiwa yang konkrit.
11,0 – 14,0 Tahap Operasional Formal Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, secara serentak maupun berurutan. Dengan merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir memecahkan masalah sedangkan dengan kapasitas menggunakan prinsip – prinsip absatrak, peserta didik mampu mempelajari materi pelajaran abstrak seperti agama, matematika, dan lainya



7. Teori Perkembangan Sosial Peserta Didik
Berikut teori perkembangan sosial peserta didik menurut Erikson yang tergambar pada tahap – tahap perkembangan anak sebagai berikut :
Umur
(tahun) Fase
Perkembangan Perubahan
Perilaku
0,0 – 1,0 Trust vs Mistrust Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri kepada orang lain. Fokus terletak pada panca indera, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan dan pelukkan.
2,0 – 3,0 Autonomy vs Shame Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau masa nakalnya.
4,0 – 5,0 Inisiative vs Guilt Anak mulai merasakan secara psikologis pengaruh dari jenis kelaminny. Anal laki – laki cenderung menjadi sayang ibunya begitu pula sebaiknya
6,0 – 11,0 Industry vs Inferority Mereka sudah bisa mengerjakan tugas – tugas sekolah dan termotivasi u ntuk belajar.
12,0 – 18/20 Ego – Identity vs Role on Fusion Tahap ini manusia ingin mencari idantitas dirinya.
18 / 19 - 30 Intimacy vs Isolation Manusia sudah mulai siap menjalani hubungan intim dengan orang lain membangun bahterarumahh tangga bersama calonya.
31 – 60 Generativity vs Stagnation Ditandai dengan munculnya kepedulian tulus terhadap sesamanya. Saat manusia telah dewasa.
60 – keatas Ego Integrity vs Putus Asa Manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.

8. Teori Perkembangan Mental Peserta Didik
Sumbangan penting yang diberiikan Vygotsky dalam pembelajaran adalah konsep zone of proximal development (ZPD) dan scaffolding. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas – tugas yang belum dipelajari namun tugas – tugas itu berada dalam zone of proximal development (ZPD). ZPD adalah tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan seseorang saat ini.
Scaffolding berarti memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan selama tahap – tahapan awal perkembangan kemudian mengurang bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya Slavin (1995).
Ada dua implikasi utama teori Vigotsky dalam pendidikan (Howe and Jones, 1993). Pertama, perlu tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas – tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi – strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing – masi ZPD mereka. Kedua pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding,yakni dengan semakin lama siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri.

9. Teori Perkembangan Moral Peserta Didik
Moral merupakan bahasa latin yaitu “mores” yang artinya adat istiadat, kelakuan, tabiat, akhlak, ajaran tentang kesusilaan,tatacara dalam kehidupan.
Sebagai seorang yang mengembangkan gagasan pertama tentang perkembangan moral peserta didik John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap tingkatan yaitu :
1) Tahap pre moral atau “preconventional”, tingkah laku seseorang didorong olehdesakan yang bersifat fiscal dan social
2) Tahap “conventional”, seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
3) Tahap “outonomous”, seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangandirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

Tahap perkembangan peserta didik menurut Piaget.
Umur
(tahun) Fase
Perkembangan Perubahan
Perilaku
0,0 – 3,0 Non Morality Anak belum memiliki atau belum mengenal moral.
4,0 – 8,0 Heteronomous Anak sudah mulai menerima dan memiliki aturan begitu saja dari orang lain yang dipandang tidak bisa diubah.
9,0 – 12,0 Autonomous Bahwa moral dipandang sebagai pertanyaan bersama secara timbale balik, dapat dipelihara dan diubah sesuai kebutuhan kolektif.


Tahap – tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg adalah
a. Pre Conventional, pada tahap ini terdapat dua tingkatan, tingkatan 1 adalah moralitas heteronomous. Tingkatan 2 adalah moralitas individu dan timbale balik. Pada tingkatan ini seseorang sudah mulai sadar dengan aneka tujuan dan keperluan lain.
b. Conventional , pada tahap ini terdapat 2 tingkatan sebagai kelanjutan dari sebelumnya yaitu : tingkat 3 adalah moralitas harapaan saling antar individu. Tingkatan 4 adalah moralitas sistem sosial dan kata hati.
c. Post – Conventional, pada tahap ini terdapat tiga tingkatan yaitu, -4,5 : tingkatan transisi, tingkat lanjutnya tingkat 5 : moralitas kesejahteraan social dan hak – hak manusia. Tingkat 6 : moralitas yang didasarkan pada prinsip – prinsip moral yang umum.


10. Tipologi Kepribadian Peserta Didik
Murray membagi kepribadian peserta didik khususnya anak usia dini menjadi beberapa macam.
a. Autonomy, yaitu tipe kepribadian peserta didik yang ditandai dengan keinginan melakukan sesuatu secara sendiri, tidak senang dibantu orang lain.
b. Affiliation, tipe kepribadian peserta didik yang ditandai dengan senang bersama anak lain, suka bersahabat, suka memperbanyak taman, saling membutuhkan dengan sahabat dan teman.
c. Succurance, tipe kepribadian peserta didik yang ditandai dengan selalu manja, ingin orang lain membantunya, ingin selalu minta tolong.
d. Nurturance, tipe kepribadian peserta didik yang ditandai dengan sikap pemurah yakni senang member kepada teman, senang meminjami, selalu membagi – bagi apa yang selalu dimilikinya kepada orang lain.
e. Agression, tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap – sikap agresif, mudah tersinggun, marah, jika diganggu akan menyerang balik dengan keras atau bahkan berlebihan.
f. Dominance, ditandai dengan ingin menguasai atau mengatur teman, ingin tampil menonjol, ingin menjadi ketua atau pengurus kelas.
g. Achievement, yang ditandai dengan semangat kerja yang tinggi untuk berprestasi. Ingin bisa melakukan sesuatu karya.

11. Kecerdasan Peserta Didik
Kecerdasan menurut Gardner
a. Kecerdasan Matematik
Adalah kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka – angka secara efektif dan berfikir secara nalar.
b. Kecerdasan Lingual
Adalah kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan kata – kata secara efektif, baik lisan maupun tulisan.
c. Kecerdasan Musikal
Adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk mempresepsikan, mendiskriminasikan, mengubah dan mengespresikan bentuk – bentuk musik.
d. Kecerdasan Visual – Spasial
Adalah kemampuan peserta didik untuk menangkap dunia ruang – visual secara akurat dan melakukan perubahan – perubahan terhadap presepsi tersebut.
e. Kecerdasan Kinestetik
Adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam menggunakan seluruh tubuhnya untuk mengekspresiksanide dan perasaan atau menggunakan tangan untuk menghasilkan dan mentranformasikan sesuatu.
f. Kecerdasan Interpersonal
Adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk mempresepsikan dan menangkap perbedaan – perbedaan mood, tujuan, motivasi, dan perasaan – perasaan orang lain
g. Kecerdasan Intrapersonal
Adalah kemampuan menyadari diri dan mewujudkan keseimbangan mental – emosionaldalam diri peserta didik untuk bisa beradaptasi sesuai dengan dasar daripengetahuan yang dimiliki
h. Kecerdasan Natural
Adalah kemampuan peserta didik ntuk peka terhadap lingkungan alam. Misalnya senang di lingkungan alam yang terbuka sepretai pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.


12. Peserta Didik Berbakat
Menurut Yumil(1991) ada 3 kelompok ciri berbakat yaitu :
a. Kemampuan umum yang tergolong diatas rata – rata (above average ability).
b. Kreativitas ( creativity) yang tergolong tinggi.
c. Komitmen terhadap tugas (task commitment) yang tergolong tinggi
Menurut Munandar (1992) cirri – cirri peserta didikberbakat adalah ;
a. Indikator Intelektual / belajar, mencakup : kemudahan dalam menangkap pelajara, kemudian mengingat kembali, memiliki perbendaharaan kata yang luas, dan lain – lain.
b. Indikator Kreativitas, mencakup : rasa ingin tahu yang besar, sering mengajukan pertanyaan, banyak gagasan dan lain – lain.
c. Indikator Motivasi : Tekun menghadapi tugas, ulet, rajin, dan lain – lain.


Daftar Pustaka

Dwi Siswoyo, dkk.2008.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta.UNY Press

Sabtu, 26 Juni 2010

TEMBUNG PANGGANDHENG

Kata sambung atau (konjungsi, panggandheng, conjunction) ialah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa,dan kalusa dengan kalimat majemuk.

Macam macam konjungsi dala bahasa jawa:

1. Konjungsi penghubung satuan bahsa setara

Conto : sawisé, sadurungé, wiwit, rikala, nalika, sinambi, nganti, yèn, janji, saupama, supaya, sanadyan, kamangka, sabab, jalaran, awit, mula, tanpa, lan, sarta, tekan, karebèn, tinimbang, banjur, nanging, malah, kanthi, nganti, awit saking, lan uga, sadurungé iku, karo manèh, kanthi makaten, manawi ngantos, kajawi punika, sasampunipun punika, lan sapiturutipun.

Contoh dalam kalimat:

Aku lan kowe wis suwe anggone sesambungan

“Aku dan kamu sudah lama menjalin hubungan”

Bapak karo ibu arep tindak menyang Solo

“Bapak lan ibu mau pergi ke solo’

2. Konjunggasi penghubung tak setara:

Misalnya : jalaran, sebab, yen, amarga, lajeng, banjur, saengga, bareng, sawise, lajeng, supados, kareben, dsb.

Contoh dalam kalimat: Menawi piyambakipun sampun lulus lajeng badhe dateng Jakarta “ kalu dia sudah lulus lalu akan ke Jakarta”.

Kowe kudu enggal priksa, karebet cepet waras.

“Kamu harus segera priksa (dokter), supaya cepat sembuh”.

Banyak ahli bahasa yang mendefinisikan kata sambung; berikut ini dapat terhimpun beberapa definisi antara lain sebagai berikut:

1. Kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat.

2. Semua kata yang menjadi penghubung kalimat yang satu dengan kalimat yang lain atau juga menghubungkan kata satu dengan kata yang lain.

3. Kata yang menghubungakan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, dan klausa dengan kalimat majemuk

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kata penghubung atau tembung panyambung adalah “ semua kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat juga paragraf dengan paragraf(alinea)

Adapun menurut bentuknya kata hubung dibagi menjadi dua:

1. Kata hubung berbentuk lingga. Misalnya lan, saha, tuwin, sebab, karana dan sebagainya.

2. Kata hubung berbentuk andhahan. Misalnya sadurunge ( ater ater sa- dan panambang –e, contoh sadurunge= ater-ater sa- dan panambang -e), luwih-luwih(rangkep), apa maneh (camboran).



Dalam kalimat, kata hubung itu mempunyai makna arti atau maksud bermacam-macam, misalnya:

1. Mengumpulkan kesamaan pendapat, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Jadi bentuknya seperti halnya dua kalimat digabungkan menjadi satu dengan kalimat yang lain. Jadi bentuknya seperti halnya dua kalimat digabungkan menjadi satu. Kata hubungnya : lan, tuwin, sarta. Contoh Sariman tuku pitik ing pasar dan sarja tuku pitik ing pasar. Menjadi Sariman lan sarja tuku pitik ing pasar. Dengan demikian dua kalimat yang sama wasesanya, jejernya, dapat digabungkan menjadi satu berbentuk satu kalimat saja. Contoh : ”Bapak nembe lenggahandan bapak saweg ngendika”, “Sariman tuku buku ing pasar”. Dua kalimat yang jejernya dapat digabung menjadi satu kalimat dengan kata hubung tadi.

2. Kata hubung yang menyatakan bagaimana keadan berangsungnya sebuah tindakan. Misalnya : lagi, nedheng-nendhengi, nengah-nengahi, sinmbi, contoh : tamu-tamu lenggahan sinambi mirengake radhio. Wong lagi ribut nyambut gawe dene kowe nyaru wuwus bae.

3. Kata hubung yang menyatakan pengarep-arep(harapan). Misalnya : muga-muga, bokmanawa, kira-kira, kaya-kaya, utawa, supaya, dan sebagainya. Contoh Muga-muga keparengan apa kang dadi seedyamu. Sinaua kang mempeng supaya pinter.

4. Kata hubung yang menyatakan kosok balen (kebalikannya). Misalnya nanging, sanajan, ewa, semono. Contoh : Bocah iki katone isih cilik , nanging sejatine umure wis akeh. Sanajan kok palangana segara gunung sap pitu, ewa semono karepku ora kongkih.

5. Kata hubung yang menyatakan titi mangsa (waktu)

Misal : kapan, wayahe, nalika, mangsane, besuk apa, wiwit, sasuwene, sawise, sadurunge. Contoh : Sadurunge sekolah, maem dhisik. Sasampunipun ingkang kadya punika……..

6. Kata hubung yang menyatakan sebab akibat.

Misalnya : sebab, karana, amarga, jalaran, nganti,pungkasane, wekasan. Contoh : “Aku ora mlebu kuliah, sebab awakku ora kepenak”.” Jalaran saking tledor lan kirang ing pejanginipun, boten mokal menawi lajeng kalereh lenggahipun”.

7. Kata hubung yang menyatakan janggelaning tindak (syarat).

Misalnya : menawa, yen, upama, ing saupama, angger, dsb.

Contoh : Anggere kowe mengko dolan bakal tak tak jajakke.

8. Lelakon atau kedadean (kejadian) yang nyata cara mengatakan dengan mengunakan kata hubung mirip dengan janggelan (syarat), yaiku yen, tetapi bila bentuk krama sebaiknya memakai bentuk bilih atau yen saja.

Contoh : Aku rak wis kandha yen aku ora bakal teka.



Berdasarkan fungsinya kata penghubung dalam bahasa jawa dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Kata penghubung yang menghubungkan kata, kalusa, atau kalimat yang kedududkannya sederajat atau setara. Kata penghubung setara ini dapat dibedakan lagi menjadi kata penghubung yang :

a. Menggabungkan biasa, misalnya kata penghubung lan, kaliyan, …

b. Menggabungkkan memilih, misalnya kata penghubung utawi,…

c. Menggabungkan mpertentangkan, misalnya kata penghubung nanging, …

d. Menggabungkan menegaskan, misalnya apa meneh,…

e. Menggabungkan mengurutkan, misalnya kata hubung lajeng,..

f. Menggabungkan menyamakan, misalnya kata penghubung yaiku,…

g. Menggabungkan menyimpulkan, misalnya kata penghubung dadi, amarga iku,…

2. Kata penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yangb kedudukannya tidak sederajat, melainkan bertingkat. Kata penghubung bertingkat ini dapat dibedakan lagi menjadi katta penghubung yang :

a. Menyatakan sebab, misalnya kata penghubung sebab, karana,…

b. Menyatakan syarat, misalnya kata penghubung menawa, yen, saupama,..

c. Menyatakan tujuan , misalnya kata penghubung supaya

d. Menyatakan waktu , misalnya kata penghubung sauwise, sadurunge, nalika,..

e. Menyatakan akibat , misalnya kata penghubung sahingga, dadine

f. Menyatakan sasaran , misalnya kata penghubung kanggo,…

g. Menyatakan perbandingan, misalnya kata penghubung kaya,…

h. Menyatakan tempat , misalnya kata penghubung panggonan




Daftar Pustaka


Mulyana.2007. Morfologi Bahasa Jawa.Yogyakarta : kanwa publisher.